Pemandangan wilayah bernama Pani di lantai ini terlihat hijau seperti kebanyakan wilayah di lantai-lantai sebelumnya. Terdapat beberapa gua yang kelihatannya telah diubah sedemikian rupa menjadi ruang pertemuan, di mana di gerbang masuknya, dua orang pemain bertugas sebagai penjaga.
Di dalam ruang tersebut, puluhan anggota dari suatu aliansi yang terdiri dari berbagai guild ditambah pemain solo terlihat sedang berkumpul, berdiri mengelilingi sebuah meja batu yang di atasnya terpajang lembaran peta berukuran cukup besar.
Beberapa pemain yang berkumpul di tempat itu terlihat sudah tidak asing lagi. Di antaranya adalah Asuna, Klein, Egil, juga Kirito.
"Kita akan memancing Field Boss menuju desa!" Asuna memberi ide. Kelihatannya pada pertemuan ini, mereka sedang membahas bagaimana cara menaklukan boss lantai.
Beberepa pemain terlihat kaget saat mendengar ide ini, "Tu-Tunggu sebentar!!" Bahkan Kirito juga tampak tak setuju. "Jika kita melakukan itu, para penduduk akan..."
"Itulah tujuan kita.." Potong Asuna, "Ketika Boss Lantai sibuk membunuh para NPC, kita akan menyerang dan menghancurkannya.."
NPC adalah singkatan dari Non Player Character, yaitu tokoh-tokoh yang bukan pemain melainkan memang ada di dunia game ini.
"NPC bukan sekedar sebuah obyek tiga dimensi seperti pohon atau batu! Mereka adalah..."
"Obyek hidup, itu yang ingin kau katakan kan?" lagi-lagi Asuna memotong perkataan Kirito yang menentang idenya. "Tapi, mereka hanyalah sebuah obyek mati!!" tegas perempuan itu. "Meskipun terbunuh, mereka akan tercipta lagi secara terus menerus..."
"Aku tetap tak bisa mengikuti rencanamu itu.." ucap Kirito.
"Aku yang akan bertanggung jawab atas rencana ini, Wakil Komandan dari Knight of the Blood Oath, tentunya aku akan mengawasi rencana ini dengan baik.." Asuna yang ternyata telah menjadi wakil komandan guild ternama terus meyakinkan semuanya agar mau mengikuti rencana ini.
"Jika kau terus bersikap begitu, itu berarti kau melawan perintahku.." ucap Asuna ke Kirito.
Setelahnya perundingan berakhir. Para peserta yang berasal dari berbagai guild keluar dari ruangan itu dan pulang menuju tempat mereka masing-masing.
"Yo!" Seorang lelaki botak menghampiri Kirito, "Pertentangan lagi ya?"
"Egil?"
"Kenapa kau dan wakil komandan selalu seperti itu?"
"Aku hanya merasa kita tak perlu terlalu teruru-buru.." ucap Kirito dan kemudian teringat akan kata-kata yang sebelumnya ia ucapkan pada Asuna saat masih berada di lantai satu, "Kau akan menjadi sangat kuat. Jadi jika seseorang yang kau percaya memintamu untuk bergabung ke dalam guild, jangan pernah menolaknya.."
"Yah, waktu itu aku memang berkata seperti itu padanya, tapi aku tak menyangka kalau dia malah menyelesaikan tiap lantai bersama top guild.."
Tak terasa satu bulan telah berlalu. Dan sekarang, 11 April 2024, Kirito telah berada di lantai 59, tepatnya di sebuah desa dengan rumput hijau yang luas bernama Danar. Di sana, Kirito beristirahat, tidur berbaring di bawah rimbunnya pohon yang juga melindungi pemain bergelar beater itu dari teriknya sinar matahari.
"Apa yang kau lakukan, hah?" seorang perempuan menghampirinya, hingga membuat Kirito terbangun. Dan ternyata, perempuan itu tak lain adalah Asuna.
"Kukira siapa, ternyata kau..." Kirito kembali memejamkan matanya.
"Kelompok lain sedang berusaha dengan keras menyelesaikan quest yang ada di lantai ini, kenapa kau malah tidur-tiduran seperti ini? Meski pemain solo, harusnya kau bisa lebih serius..."
"Sekarang adalah musim terbaik dalam Aincrad.." Kirito masih tak mau membuka mata, seolah tak mau melewatkan kesegaran cuaca di musim yang dikatakan merupakan musim terbaik itu.
"Hari ini cuacanya sangat nyaman, menyelesaikan quest di saat seperti ini hanya membuang-buang waktu.."
"Huh, kau ini, apa kau tidak mengerti hah? Setiap hari kita melihat pemain yang telah mati di dunia nyata..."
"Tapi sekarang, kita hidup di Dunia Aincrad ini.." Kirito masih tetap memejamkan matanya.
"..." Asuna terdiam, tak mampu berkata apa-apa lagi, dan mencoba untuk ikut merasakan suasana sekitarnya.
"Rasakanlah, hembusan angin dan terik sinar matahari, begitu nyaman..." ucap Kirito.
"Apa-apaan ini, sama sekali tak penting memikirkan cuaca hari ini.." Asuna kembali mencoba untuk menentang Kirito.
"Kalau kau merasakannya, maka kau akan mengrti.." ucap Kirito dan kemudian tertidur dengan pulas.
Asuna kembali melihat sekitar, mencoba merasakan suasana tempat itu seperti apa yang Kirito katakan, melihat ke arah sinar yang menembus dedaunan di atasnya, dan akhirnya ikut berbaring.
"Hoahm..." beberapa saat brelalu dan akhirnya Kirito terbangun dari tidur nyenyaknya. Dan ketika melihat ke arah samping, ia kaget, "Eeh!!?" Asuna berbaring di sebelahnya.
"Hei-hei, lihat itu..." Beberapa pemain yang tak sengaja lewat melihat ke arah kirito dan Asuna, "Tidur di saat seperti ini? Ada juga ternyata pemain yang bermalas-malasan di sini.."
"Siapa ya kira-kira mereka itu?"
"Ya ampun..."
Orang-orang itu tak tahu kalau pemain yang sedang mereka bicarakan adalah wakil komandan top guild dan seorang pemain bergelar beater yang ditakuti.
"Aku tak menyangka dia juga akan tertidur.." ucap Kirito.
Waktu kembali berlalu, hari telah sore dan langit telah berubah menjadi merah. Dan sampai saat itu, Asuna belum juga bangun sementara Kirito terus duduk berjaga di depannya.
Sampai akhirnya, Asuna menunjukan tanda-tanda kalau ia akan bangun. Kirito menghadap ke belakang dan benar saja, Asuna sudah bangun, bangun dengan tampang acak-acakan. "Eh!!?" Asuna kaget.
"A-apa yang terjadi..."
"Selamat pagi, tidurmu nyenyak?" sapa Kirito.
"!!!" Asuna langsung berdiri, memasang kuda-kuda hendak menarik pedangnya. Tubuh Asuna bergetar, wajahnya merah dan kemudian berusaha untuk mencari bahasan lain, "Makanan... Makanan! Aku akan pergi mencari makanan atau semacamnya, kita akan makan bersama, bagaimana?" Asuna salah tingkah dan kemudian pergi.
Setelahnya mereka berdua pergi ke sebuah restaurant di lantai 57, Martin...
"Itu kan, Asuna dari Knight of the Blood Oath?" para pemain yang berada di meja sebelah melihat ke arah Asuna dan Kirito sambil bertanya-tanya.
"Jadi dia si kilatan petir itu ya..."
"Lalu, siapa lelaki berjubah hitam yang bersamanya itu?"
"Tak usah pedulikan mereka.." ucap Asuna ke Kirito, "Terimakasih untuk hari ini.."
"Ng?" Kirito tak mengerti terima kasih ini untuk apa.
"Kau telah melindungiku.." ucap Asuna.
"Ah, tidak masalah..."
"Kota adalah tempat yang aman, tak akan ada yang melakukan penyerangan atau pembunuhan pada pemain. Tapi, tidak jika kau sedang tertidur..." Asuna sadar kalau tidur di luar sebenarnya sangat berbahaya, untung saja Kirito menjaganya.
"Ya, aku tahu, itu adalah cara kotor yang digunakan dalam sistem duel, yaitu Sleep-PK" Kirito juga sudah tahu, Sleep-PK yaitu pembunuhan terhadap pemain yang berada dalam keadaan tertidur. "Normalnya, duel dilakukan untuk mengukur kekuatan masing-masing. Namun saat duel berlangsung, HP dapat menurun meskipun dalam zona aman.."
"Itu artinya, siapapun bisa melakukan duel pada pemain yang tertidur, menggunakan tangan mereka sendiri untuk menekan tombol ok pemain yang hendak dilawannya, lalu akan dapat dengan mudah melakukan penyerangan. Hal itu bisa saja terjadi padaku. Oleh karena itulah...
Terimakasih.."
"A-ah, tak masalah..." Kirito merendah. Dan kemudian, mereka berdua saling terdiam. Hingga akhirnya, suasana berubah saat tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang gadis, "Kyaaaaa!!!!!"
Burur-buru Kirito dan Asuna menghadap dan berlari ke sumber suara.
Seorang pemain berpakaian ksatria tergantung di atas gedung menggunakan tali, dengan sebuah pedang aneh tertancap di perutnya. Meski begitu, pemain itu belum sepenuhnya mati, melainkan masih hidup meski dalam keadaan sangat skarat.
"Cepat tarik pedangnya!!" teriak Kirito. Pemain itupun berusaha menarik pedang yang menancap di tubuhnya, dengan wajah ketakutan. Akan tetapi, pedang itu menancap dengan kuat dan terus menguras HPnya.
"Kau tetaplah di sini, aku akan naik ke atas.." ucap Asuna ke Kirito dan lalu pergi ke lantai atas.
"Baiklah!" Kirito lalu berlari, menuju tempat di bawah lelaki itu sambil berteriak, "Bertahanlah!!"
Akan tetapi, "Sial..." lelaki itu tak mampu bertahan dan akhirnya mati, hancur menyebar sebagai berkas cahaya.
Tap...
Pedang yang tadi menancap di tubuh si pemain jatuh dan menancap tanah.
"Sebuah duel yang hanya dilakukan untuk menyerang pemain yang berada di zona aman, itu berarti..." Kirito melihat-lihat ke kumpulan orang di depannya dan berkata dengan nada teriak, "Semuanya!! Cepat tunjukan notifikasi Duel Winner kalian!!"
Harusnya si pembunuh akan mendapat pemberitahuan menang karena lawannya sudah mati. Akan tetapi, tak seorangpun mendapat pemberitahuan seperti itu. Ditambah, tanda semua pemain di tempat itu masih hijau. Itu berarti, pembunuhnya bukanlah salah satu dari mereka.
Keadaan semakin membingungkan karena setelah Asuna memeriksa ruangan lantai atas, tak ada seorangpun di sana. "Tak ada siapa-siapa di dalam.." ucap Asuna ke Kirito.
Benar saja, Kirito juga naik ke atas dan tak ada siapa-siapa. Hanya terdapat tali yang menjerat korban terikat di tiang, itu saja.
"Lalu, senjata apa ini?" Kirito memegang pedang aneh yang digunakan si pembunuh untuk menusuk tubuh korban.
"Bisa diambil kesimpulan kalau penantang duel menusukan senjata itu pada korban, menjeratnya dengan tali dan lalu mendorongnya keluar dari dinding..." ucap Asuna.
"Kau juga sependapat, kan?"
"Tapi, tak ada seorang pun yang memperoleh Winner Message..." ucap Kirito.
"Apa? Itu mustahil... Satu-satunya cara untuk melukai seseorang di dalam zona aman adalah dengan melakukan duel.."
"Di samping itu, kita tak bisa mengabaikan hal ini. Jika seseorang sampai menemukan cara untuk membunuh di dalam zona aman, akan lebih berbahaya berada di dalam kota daripada di luar kota.." ucap Asuna.
"Ya, kau benar..."
"Kita hasrus meninggalkan baris depan, tak ada pilihan lain.." Asuna menghampiri Kirito dan lalu menyodorkan tangan kanannya, "Aku membutuhkan bantuanmu untuk menyelesaikan masalah ini. Sampai masalah ini selesai, tak ada waktu untuk tertidur.."
"Yang tertidur itu kau sendiri, kan?" Kirito menjabat tangan Asuna.
"Eh!!!??" mendadak Asuna kesal dan lalu mencengkram erat jari Kirito, "Gyaaaaah!!!!" teriakan Kirito menggema di udara.
Di luar, orang-orang masih menunggu. Kemudian, Asuna dan Kirito keluar menemui mereka...
"Mohon maaf, apa ada dari kalian yang melihat kejadian ini? Jika ada, tolong katakan.." pinta Kirito ke semuanya. Orang-orang terdiam, tak ada yang melihat secara jelas bagaimana kejadian tadi berlangsung. Namun kemudian, dengan wajah ketakutan seorang gadis berambut ungu maju ke depan.
"Maaf, kamu pasti sangat ketakutan akibat kejadian ini... Boleh aku tahu siapa namamu?" Asuna bertanya.
"Namaku, Yoruko..." Jawab perempuan itu.
"Jangan-jangan, yang berteriak pertama kali itu adalah kau?"
"I-iya..." Jawab Yoruko, masih dengan wajah ketakutan. "Aku datang kemari untuk makan malam dengan orang yang telah terbunuh itu, namanya adalah Kains..."
"Kami berada di satu guild, tapi kami terpisah saat berada di Plaza, aku mencoba mencarinya, lalu... aku lihat dia tergantung di jendela Gereja, hiks..."
Yoruko tak kuasa menahan tangis. Asuna mencoba untuk menenangkannya dan lalu bertanya, "Apa kau melihat orang lain?"
"Hanya beberapa saat, aku melihat ada seseorang di belakang Kains..."
Asuna dan Kirito mendapat sedikit petunjuk mengenai kasus ini.
"Apa seseorang itu terlihat tak asing bagimu?" Asuna kembali bertanya.
"Tidak..." Yoruko menggelengkan kepala.
"Aku tak ingin menanyakan ini, tapi... Apa kau tahu kenapa sampai ada orang yang membunuh Kains?"
Yoruko kembali menggelengkan kepala.
Demi menjaga keamanan perempuan itu, Kirito dan Asuna mengantarnya ke penginapan.
"Maaf telah merepotkan kalian..." ucap Yoruko.
"Tak perlu khawatir..."
"Kita bisa bicara lagi besok.."
"Baik..." Yoruko pun masuk ke kamarnya dan menutup pintu.
"Sekarang, apa yang akan kita lakukan?" tanya Kirito ke Asuna.
"Mari kita analisa informasi yang kita dapatkan. Jika kita bisa mengetahui asal usul dari senjata itu, mungkin kita bisa menemukan pelakunya.." ucap Asuna.
"Jadi, sekarang kita memerlukan seseorang yang memiliki kemampuan analisis senjata, dan sepertinya... Kau tak memiliki kemampuan seperti itu ya..?"
"Tentu saja, kau juga, kan?"
"Ngomong-ngomong..." Asuna menghentikan langkahnya dan kemudian bertanya, "Apa kau akan terus memanggilku dengan sebutan 'kau'?"
"Aa, itu, mm, baiklah... Bagaimana kalau, nona?"
"Umm.."
"Atau, nona wakil komandan? nona kilat petir?"
"Fiuhh, panggil Asuna saja sudah cukup kan..."
"Baiklah, aku mengerti..." ucap Kirito. "Lalu, apa kau memiliki teman ahli senjata?"
"Aku punya seorang teman penjual senjata, tapi dia orang yang sibuk, mungkin akan membutuhkan waktu yang lama.." ucap Asuna.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita tanya saja dulu pada penjual senjata yang aku kenal?"
Asuna setuju dan akhirnya mereka pergi ke kota lantai 50, Arcade...
Mereka berdua sampai di sebuah gedung penjual senjata.
Seorang pemain keluar dari dalam toko itu.
"Terima kasih, datang lagi ya, kakak!" ucap pemilik toko ke salah seorang pelanggannya yang baru saja keluar.
"Seperti biasa, kau pintar menjilat mengenai uang ya.." ucap Kirito ke si pemilik toko yang ada di dalam.
"Yo, Kirito ya..." ternyata pemilik toko itu tak lain adalah Egil.
"Membeli murah dan menjual murah, itulah mottoku..." ucapnya.
"Aku tak mengerti dengan mottomu itu.."
"Jangan mengabaikan mottoku itu ya... Eh!!!?"
Egil kaget saat melihat Kirito tak hanya sendiri melainkan bersama dengan Asuna.
"A-apa yang terjadi, Kirito!?" bisik Egil sambil membekap Kirito.
"Kau adalah pemain solo, lalu apa yang kau lakukan di sini dengan Asuna? Apa kalian berdua sudah..."
Setelahnya, Kirito menceritakan semua yang sudah terjadi, mengenai pembunuhan misterius di zona aman...
"Seseorang kehilangan HPnya di zona aman? Dan itu bukan duel?"
"Ya, tak ada seorang pun yang mendapat Winner Message..." ucap Kirito.
"Jika sebelumnya dia bersama dengan Yuroko-san, ini juga berarti bukan Sleep-PK.." tambah Asuna.
"Cara seperti ini sangat terkait dengan beberapa random duel, kita bisa menganggap ini PK berencana... dan, kami menemukan ini.." Kirito menunjukan pedang misterius yang dipakai si pembunuh.
"Hmm.." Dengan kemampuannya, Egil melihat informasi mengenai pedang itu.
"Ini adalah senjata buatan pemain..." jelas Egil.
"Benarkah!!?"
"Siapa yang membuatnya!!?" Kirito dan Asuna bertanya-tanya.
"Grimrock..." jawab Egil.
"Tapi aku belum pernah mendengar nama itu sebelumnya, namanya juga tak ada di daftar pembuat pedang ternama, dan tak ada sesuatu yang spesial dari senjata ini.." jelasnya.
"Tapi, harusnya ada sedikit petunjuk..." ucap Asuna.
"Beritahu kami apa nama itemnya?" Kirito bertanya.
"Mengenai itu..." Egil kembali mengecek, dan kemudian menemukan sebuah nama, "Guilty Thorn, itulah namanya, terdaftar dalam list.."
"Guilty Thorn..." giliran Kirito yang mengamati senjata itu.
"Yosh.." Kirito kemudian bersiap untuk menusukan senjata itu ke telapak tangannya. Namun tiba-tiba, Asuna mencengkram tangan Kirito dan menghentikannya, "Tunggu!!"
"Kenapa?"
"Apa yang kau pikirkan hah!? Apa kau bodoh!? Senjata itu sudah membunuh seseorang.." bentaknya.
"Tapi, kita tak akan tahu sebelum kita mencobanya..." ucap Kirito.
"Ini terlalu beresiko, jangan melakukannya!! Senjata ini biar disimpan oleh Egil-san saja..." Asuna lalu menyerahkan senjata itu pada Egil.
Hari berikutnya, Kirito dan Asuna kembali pergi menemui Yoruko, mengajaknya ke sebuah rumah makan untuk membicarakan lebih lanjut mengenai masalah pembunuhan ini...
"Hei, Yoruko-san..." Asuna membuka percakapan, "Apakah kau pernah mendnegar nama Grimrock?" Ia bertanya.
Mendengar nama Grimrock, Yoruko tersentak kaget dan lalu menjawab, "Ya... Dia adalah salah satu anggota guild di mana aku dan Kains sempat tergabung.."
Mendengar jawaban ini, Kirito dan Asuna mendapat petunjuk baru dan mengatakan yang sebenarnya, "Kami mengambil senjata yang telah menusuk dada Kains. Dan setelah menganalisanya, ternyata senjata itu dibuat oleh Grimrock..."
mendengar ini, Yoruko semakin kaget.
"Apakah sekarang kau mengetahui alasan pembunuhan ini?"
"Ya, sepertinya aku tahu..." jawab Yoruko, dengan wajah tertunduk.
"Maaf, kemarin aku tak bisa berbicara banyak. Sebenarnya, aku ingin melupakan hal ini, hal yang tak ingin aku ingat sama sekali. Tapi, sekarang aku akan mengatakannya, mengenai sesuatu yang telah menghancurkan guild kami..."
Yoruko mulai bercerita :
"Guild kami bernama Apel Emas. Enam bulan yang lalu, kami berhasil mengalahkan seekor monster langka dan mendapat item cincin yang mampu menaikan kemampuan agility sebesar dua puluh poin. kemudian, kami membuat dua pilihan, antara menggunakannya untuk guild atau menjualnya dan membagi hasil penjualannya. Kami tak mencapai kesepakatan, dan akhirnya memutuskan untuk mengambil suara terbanyak. Suara terbanyak didapat oleh pilihan kedua, yaitu menjualnya. Lalu, ketua kami pun, Griselda-san pergi ke kota besar untuk menjualnya. Namun, setelahnya Griselda-san tak pernah kembali lagi. Dan pada akhirnya, kami mendapat informasi kalau dia telah dibunuh, dan aku masih belum mengetahui kenapa itu bisa terjadi..."
"Membawa item langka ke luar dari zona aman memang sangat beresiko, jarang yang mau melakukannya. Itu artinya, ulah Sleep-PK?"
"Enam bulan yang lalu, metode seperti ini belum banyak diketahui..."
"Dan, sulit dipercaya kalau ini adalah kebetulan. Siapapun penyerangnya, dia pasti mengetahui kalau ketuamu membawa cincin langka itu. Dengan kata lain..."
"Salah satu dari ketujuh anggota Apel Emas.." ucap Yoruko.
"Yang perlu dicurigai adalah orang yang menentang penjualan item tersebut dalam pengambilan suara..."
"Apa kau beranggapan mereka melakukan penyerangan sebelum Griselda-san menjual cincin tersebut?"
"Bisa juga kan..." ucap Kirito.
"Ngomong-ngomong, siapa tepatnya Grimrock itu??" Kirito bertanya.
"Dia adalah suami dari Griselda-san. Tentu saja, hanya di game ini..." jelas Yoruko.
"Griselda-san adalah seorang pendekar pedang yang hebat, cantik, dan pintar. Sementara, Grimrock-san adalah orang baik yang selalu tersenyum. Mereka adalah pasangan hebat yang kuketahui selama ini. Jika dia adalah orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan kemarin, dia pasti sedang mengejar tiga orang yang menentang penjualan cincin tersebut..." jelas Yoruko.
"Dua orang yang menentangnya adalah aku sendiri dan Kains.."
"Eh!!?" Kirito dan Asuna kaget, dan lalu bertanya, "Lalu, siapa yang ketiganya!?"
"Namanya Schmidt. Aku dengar, sekarang dia berada di barisan depan guild Holy Dragon Alliance..."
"Schmidt?" Kirito merasa pernah mendengar nama itu. "Aku pernah mendengar nama itu..."
"Dia adalah pemimpin dari divisi pertahanan Holy Dragon Alliance.." Asuna mengenalnya, "Dia adalah pengguna tombak besar..."
"Oh, yang itu ya..." akhirnya Kirito ingat.
"Kalian kenal dengan Schmidt??" Yoruko balik bertanya.
"Aku melihatnya beberapa saat setelah menyelesaikan bos lantai..."
"Apa kau bisa mengantarku untuk bicara dengan Schmidt? Dia mungkin belum mengetahui tentang apa yang terjadi. Dan apa yang terjadi pada kains, mungkin saja juga akan terjadi padanya..." ucap Yoruko.
"Mari kita hubungi Schmidt-san. Kebetulan aku punya kenalan di Holy Knight Alliance. Jika kita pergi ke markas besar mereka, mungkin kita bisa berbicara dengannya.." ucap Asuna.
"Sebelum itu, kita harus mengantar Yoruko-san menuju penginapannya. Yoruko-san, jangan meninggalkan penginapan sampai kami kembali.." ucap Kirito.
"Baik.." sahut Yoruko. Dan akhirnya, Kirito dan Asuna mengantarnya menuju penginapan, dan lalu pergi.
"Menurutmu, metode apa yang digunakan oleh pembunuhnya?" di jalan, mereka masih membicarakan mengenai masalah ini.
"Menurutku ada tiga kemungkinan.." sahut Kirito. "Pertama adalah sebuah fair duel, kedua adalah dengan berani mengkombinasikan dua metode dalam satu duel.."
"Ya, aku mengerti itu. Lalu, yang ketiga?"
"Menggunakan kemampuan yang tidak kita ketahui, atau mungkin menggunakan suatu item. Ah, tidak, sepertinya yang ketiga ini mustahil..." ucap Kirito.
"Kenapa?"
"Karena itu tidak fair. Aku sendiri tak ingin mengakui ini, tapi... sebenarnya peraturan SAO sangatlah fair. Tak bisa kubayangkan jika game ini mengizinkan seseorang untuk berbuat kejahatan di zona aman.." ucap Kirito.
Setelah melakukan persiapan, akhirnya Kirito dan Asuna mengantar Yoruko menuju tempat di mana Schmidt yang dimaksud berada, dan lalu menjelaskan semua yang terjadi...
"Apakah benar Kains telah terbunuh oleh senjata buatan Grimrock?" Schmidt seolah masih tak percaya, wajahnya meneteskan keringat.
"Benar..." Yoruko menganggukan kepala.
"Ke-kenapa Kains harus terbunuh setelah semua ini!?" Schmidt berdiri, memasang tampang ketakutan. "Dia... Apa dia yang telah mencuri cincin itu? Apa dia yang sudah membunuh Griselda? Kh, jadi Grimrock berusaha untuk membunuh kita bertiga yang telah menentang penjualan cincin itu? Jadi dia mengincarku juga?"
"Mungkin saja Grimrock-san hanya yang membuat senjatanya, dan pelakunya adalah orang lain. Atau mungkin, itu adalah pembalasan dendam dari Griselda-san..."
Angin bersembus dari jendela di belakang Yoruko, membuat suasana menjadi menyeramkan.
"Hanya hantu yang bisa membunuh pemain di zona aman... Aku... Selalu terjaga tiap malam.." Yoruko bangun dari tempat duduknya.
"Pada akhirnya, semua dari kita adalah orang yang telah membunuh Griselda-san! Saat cincin itu didapatkan, seharusnya kita tak melakukan pengambilan suara. Seharusnya kita menuruti saja apa yang dia katakan!!" Yoruko menjerit seperti orang gila.
"Hanya Grimrock-san yang berkata untuk menyerahkan semua keputusannya pada Griselda-san... Jadi, dialah orang yang ingin membalaskan dendam atas kematian Griselda-san pada kita.." Yoruko duduk di jendela.
"Ja-jangan bercanda..." Tubuh Schmidt bergetar, "Jangan bercanda. Setelah semua ini, setelah enam bulan berlalu, kenapa baru sekarang... Apa kau akan menerima ini begitu saja, Yoruko!!? Apa kau terima terbunuh dengan cara seperti ini!!?"
Tappp!!!
Sebuah senjata tiba-tiba saja menusuk Yoruko dari belakang.
"!!" Semuanya terkejut. Kirito, Schmidt, Asuna.
Tak hanya tertusuk di belakang, Yoruko juga terjatuh dari jendela itu, dari ruang yang berada di lantai atas itu.
"Yoruko-san!!!" Kirito mencoba menolong, namun semuanya sudah terlambat. Yoruko terjatuh dan telah mati, hancur sebagai berkas cahaya. Hanya meninggalkan senjata semacam pisau yang menancancap tubuhnya tadi.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments