Friday, November 16, 2018

thumbnail

Versi Teks Captain Marvel Prelude

Tahun lalu, di Kota (Melayang) Sokovia

Ultron menerbangkannya, sebuah kota yang di dalamnya masih ada lumayan banyak penduduk sipil dan para Avengers. Robot jahat itu kemudian mengancam akan menjadikannya sebagai senjata penghancur, menjatuhkannya, selayaknya sebuah meteor yang akan menghancurkan peradaban.

"Kalian para Avengers akan jadi meteorku. Ketika Sokovia jatuh dan menghantam Bumi, kalian dan semua mahkluk hidup yang ada di Bumi akan mengalami kepunahan masal. Kemudian dari reruntuhan kehancuran itu, akan muncul dunia yang penuh kedamaian, sebuah surga Jaman Ultron, di mana satu-satunya yang hidup di dunia ini... adalah Metal."


Para Avenger tak takut dengan ancaman Ultron, mereka terus berusaha sekuat tenaga untuk mencari cara terbaik untuk menyelamatkan semuanya.

Captain America dan Black Widow berdiri di ujung kota Sokovia. Steve Rogers terus menggunakan alat komunikasi untuk berdiskusi dengan Ironman yang sedang mengawasi keadaan lewat udara.

"Rencana apa yang kau dapat, Stark?"

"Tidak ada yang bagus, paling mungkin yaitu meledakkan kota ini. Dengan begitu kota tak akan menabrak Bumi dan mengakibatkan korban yang jauh lebih banyak."

"Aku menginginkan solusi, bukan rencana untuk melarikan diri." ucap Steve.


Captain America seperti biasa selalu memiliki jiwa penolong super tinggi. Ia tak mau menyelamatkan sesuatu setengah-setengah. Ia ingin kedua-duanya baik yang ada di bawah maupun di kota melayang itu sama-sama selamat. Tak boleh ada yang dikorbankan. Tapi bagaimana pun pilihan harus dibuat.

"Tiap detiknya, radius daya hancur kota ini terus meningkat. Kita harus segera membuat pilihan." ucap Tony Stark.

"Cap," Black Widow berkata pada Captain America, "Orang-orang ini tak akan pergi ke mana-mana. Kalau Stark menemukan cara untuk meledakkan tempat ini--"

"Tidak sampai semuanya diamankan." ucap Steve Rogers.
"Pokoknya aku tak akan meninggalkan kota ini jika masih ada orang di dalamnya."

Kota melayang Sokovia semakin naik dan naik. Di sana di ujungnya, dua Avengers berdiri menatap pemandangan langit penuh awan sambil menimang penuh bahaya yang harus mereka putuskan.


Bantuan yang Steve harapkan akhirnya tiba. Dipimpin oleh Nick Fury, pasukan Shield muncul dengan sebuah kapal besar, kapal raksasa, The Peacekeepers. Angkutan berukuran super besar ini harusnya cukup untuk mengevakuasi semua warga yang masih terjebak di Sokovia.


"Direktur Fury, apa kau di sana?"

"Bagus, bukan?" ucap Nick Fury, memimpin dari ruang kendali. "Aku dan beberapa teman lama baru saja mengeluarkannya dari garasi. Masih agak berdebu, tapi kurasa akan berguna."

Kapal didekatkan ke pinggir kota melayang, gerak naik disesuaikan untuk mempermudah orang-orang berlarian masuk ke sana. Captain America dan Black Widow menuntun orang-orang untuk masuk.

"Masih ada sekitar 50 sampai 100 orang lagi setelah gerombolan ini, ayo cepat masuk semuanya!!"

Namun proses evakuasi tidak semudah itu. Robot-tobot Ultron terus menganggu, baik dari luar maupun langsung menerobos masuk ke dalam hingga ruang kendali. Namun Shield kelompok yang kuat, berbekal senjata seadanya mereka mampu menahan serangan-serangan yang masuk.


Dan begitulah, kelanjutannya berlangsung seperti apa yang sudah diceritakan pada film Age of Ultron. Bumi selamat, meski akhirnya tetap apa korban-korban minor yang tak terhindarkan... Sesuatu yang kemudian memicu konflik lain di antara para Avengers.

Markas Baru Avenger, Upstate New York

Markas baru dibentuk, terlihat beberapa petugas sibuk berbenah menaruh barang-barang di gedung baru itu. Maria Hill, agen perempuan yang biasa terlihat bersama Nick Fury jadi orang yang mengatur para petugas.

Beberapa ruangan darinya, tampak Black Widow dan Nick Fury berdiri di pinggir tembok kaca sambil membahas sesuatu.

"Kupikir menyebut Kode Hijau untuk sesuatu yang bisa kita prediksi itu tidak perlu.." ucap Black Widow.


"Thor juga lagi-lagi pergi sesukanya sendiri." ucap Nick Fury. "Sepertinya kita akan kekurangan orang lagi. Kemudian salah satu anak IT kami mendeteksi sesuatu tercebur di Laut Banda. Mungkin itu Quinjet. Tapi dengan teknologi stealth Stark, kita tak bisa melacaknya sama sekali. Banner mungkin terjun dan berenang ke Fiji. Nanti juga dia mengirim kartu pos."

Untuk sesaat Black Widow terdiam, kemudian berkata pada Nick Fury.

"Dulu kau memintaku untuk merekruit Banner. Apa sejak awal kau sudah tahu hal seperti ini akan terjadi?"

"Tidak ada yang tahu." ucap Nick. "Kau hanya bisa mengharapkan yang terbaik dari yang sudah kau lakukan. Aku memiliki tim yang hebat."

"Tak ada yang bertahan selamanya.." ucap Black Widow.
"Kekecauan bertahan selamanya, Nona Romanoff.."

Nick Fury lantas berjalan pergi.
"Tidak peduli siapa yang menang dan kalah, kekacauan akan selalu ada."


Tak lama setelahnya, perang keluarga antar Avengers terjadi, sebagaimana yang diceritakan pada film ketiga Captain America: Civil War.

Selama pertikaian yang berakhir dengan memburuknya hubungan Steve Rogers dan Tony Stark itu, Nick Fury hanya diam di balik layar. Ia memilih untuk tetap mengambil sikap dan terus mengawasi untuk kemungkinan terburuk.

"Apa pun yang ingin dicapai dari kesepakatan Sokovia, hasilnya malah jadi merusak hubungan harapan terbaik pertahanan Bumi." ucap Hill.

Kesepakatan Sokovia, perjanjian khusus yang dibuat untuk mengatur orang-orang berkekuatan khusus agar tidak terlalu banyak menyebabkan kehancuran, namun secara tak langsung membatasi gerak-gerik mereka.

Saat ini Nick Fury dan Maria Hill sedang berdiam di suatu parkiran khusus, membahas persoalan internal Avengers dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.

"Kesepakatan seperti itu memang akan berguna untuk mengatur agen-agen yang bekerja di lapangan, tapi aku ragu orang-orang seperti mereka bisa diregulasi. Apalagi Thor, kalaupun ia kembali, mana mau dia menandatangani hal-hal semacam itu.."


"Bagaimana status para Avangers yang lain?"

"Rogers dan Barnes pergi menggunakan quinjet, kita tak tahu ke mana tujuan mereka. Pangeran T'Challa keberadaannya seperti hantu, dan Stark hilang-hilangan seperti biasa. Kudengar terakhir kali ia terlihat di Raft. Di sanalah Sekretaris Ross menyembunyikan sisanya."

Raft, penjara super berkeamanan tinggi yang berada di bawah laut.

"Apa Klein masih mengoperasikan Transpo?" Nick bertanya.
"Masih.."

"Bagus, kita butuh orang yang bisa dipercaya untuk menutupi jejak kita. Siapa yang tahu berapa lama ini akan berlangsung. Ancamanan dari dunia lain bisa kita abaikan dulu, tapi perpecahan yang terjadi antara Stark dan Rogers ini bisa jadi berdampak buruk bagi keduanya. Kita tak bisa membiarkan hal itu terjadi."

Mereka berdua lalu pergi menaiki mobil khusus dan keluar lewat tembok yang ternyata merupakan pintu rahasia.

"Membuka Exit Point 32-F, Authorization: Fury, Nicholas J."


"Kita hanya harus memastikan mereka melihat itu.."

Nick Fury dan Maria Hill mengendarai mobil menuju sebuah parkiran pesawan pribadi. Sepanjang perjalanan percakapan mereka berlanjut.

"Apa menurutmu menghilang di waktu seperti ini memang pilihan terbaik?" Hill terlihat ragu.

"Kita tak akan benar-benar pergi, kalau hal darurat terjadi kita tetap akan mendengarnya.." ucap Nick. "Terlebih kesepakatan Sokovia hanya mengikat individu-individu dengan kekuatan khusus, jadi mata-mata super tak termasuk.."


"Tapi Nick, kenapa jadi kembali repot begini? Kau yang bilang padaku kalau kita mengalami situasi seperti yang terjadi pada Invasi Chitauri di New York lagi, para Avengers akan kembali."

"Memang kubilang begitu."

"Kau yakin akan hal itu. Kau bilang mereka akan kembali karena itu yang kita butuhkan. Lantas apa yang berubah?"

"Tidak diragukan mereka memang kelompok orang-orang yang hebat, bahkan melebihi apa yang kuharapkan sebagai tim, kalau dipikir secara realistis." ucap Nick. "Tapi meski mereka telah melakukan banyak hal baik, aku masih ingin mereka jadi sesuatu yang lebih."

"Pahlawan untuk bertarung pada pertempuran yang tak pernah bisa kita lakukan?"


"Aku pernah mendengar pepatah tentang Super Hero," ucap Hill.
"Pepatah?"

"Jangan pernah bertemu Super Hero. Mereka hanya akan membuatmu kecewa."
"Tidak semuanya begitu.." ucap Nick Fury.

"Masih ada Super Hero yang belum kau panggil? Yah, memiliki cadangan di saat-saat yang teramat genting memang bagus."

"Nah, kalau kita melakukan semua pekerjaan kita dengan baik, kita tak akan perlu sampai memanggil perempuan itu." ucap Nick Fury. Alat komunikasi khusus ia simpan baik-baik di jaketnya.

Dan begitulah, sejak awal tampaknya Nick memang menjadikan perempuan itu sebagai cadangan di saat yang benar-benar genting. Perempuan yang sepertinya akan berperan penting pada kelanjutan Infinity War nanti, Captain Marvel.


"Pastikan kau terus mengawasi kondisi Raft. Firasatku berkata kalau teman-teman kita akan butuh sedikit bantuan untuk mendobrak pintunya."

"Hal itu sudah kuurus.."
"Baguslah, berarti kau tahu harus apa kan.."

Nick Fury lalu menuju ke pesawat dan berkata, "Mari menghilang."

Beberapa Bulan Kemudian, Syria

"Kalian tak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup!!" teriak sekelompok tentara khusus dalam Bahasa Arab.

Suatu pertikaian tampaknya tengah terjadi di kompleks perumahan yang tampak sudah diabaikan. Di sisa-sisa bangunan kosong, beberapa tentara bersenjata menembaki kelompok yang tengah bersembunyi di balik bangunan.

Kelompok itu tak lain adalah Captain America. Ia dan dua temannya yang sama-sama sedang dalam pelarian, Black Widow dan Falcon.

"Pergerakan mereka lebih cepat dari dugaanku," ucap Black Widow.
"Seseorang pasti sudah memberitahu mereka sebelum pertukaran, Widow. Kitaharus memindahkan kargo ini sebelum peluru nyasar tak sengaja mengenainya dan mengubah tempat ini menjadi kawah api.."


Kotak khusus yang tampaknya berbahaya terlihat di dekat mereka.

"Apa rencanamu?" Black Widow bertanya.
"Kita harus membersihkan jalan kembali ke Jet. Sam, apa kau bisa-"

"Serahkan padaku.." Falcon pun mengeluarkan sayap besinya dan bergerak prajurit yang menyerang mereka. "Tapi aku tak janji akan bersikap ramah!!"

Falcon menjadi senjata sekaligus tameng dari serangan para tentara Timur itu, sementara Captain America dan Black Widow berlari menuju Jet mereka.

"Berapa lama yang kau butuhkan sampai jet ini mengudara, Natasha?"
"Tidak lama"

Mereka akhirnya sampai di jet, dan secara mengejutkan seseorang sudah menunggu mereka di sana. Seseorang menunggu Captain America di dalam jet, dan orang itu tak lain adalah Nick Fury.

"Kalau urusan kalian sudah selesai, boleh kita bicara sebentar, Captain?"


Pesawat quinjet mengudara. Nick Fury duduk di seberang kotak yang berisi material berbahaya itu ditaruh. "Ini untukku, kan? Hah padahal Natal masih lama.." ucap Nick.

"Kami menghargai kedatanganmu, Nick. Tapi apa pun yang ingin kau bicarakan, bukankah kau bisa menyampaikannya lewat perantara tanpa perlu jauh-jauh menemui kami?"

"Tidak selalu bisa begitu.." ucap Nick. "Dan kau tak perlu lagi khawatir soal bom-bom murahan hasil modifan Chitauri. Hill da aku sudah mengurus teknologi itu."


"Kurasa kau dan aku sama-sama tahu kapan waktunya untuk cukup. Malah kau sendiri yang belum lama ini menceramahiku hal yang sama saat kita menyerang Shield. Bukankah sekarang sudah cukup? Berapa lama lagi kau an Stark mau saling diam-diaman seperti ini.."

Nick jauh-jauh datang untuk menasihati Steve agar kembali akur dengan Stark, kembali sebagai Avengers untuk menjaga penuh keamanan dunia.

"Aku ingin kita tetap siaga. Tinggal menunggu saja sampai masalah antargalaksi yang bahkan lebih besar lagi muncul. Menyelesaikan kasus-kasus kecil begini bukanlah tugas kalian. Sudah ada petugas lain untuk ini."

"Yah, petugas kerjanya bagus.." ucap Steve. "Lagipula aku sudah memberi Tony sesuatu untuk menghubungiku. Kalau dia memang perlu kami, dia hanya perlu menelpon."


Dan memang benar, seperti yang sudah terlihat di Infinity War, Tony Stark memiliki ponsel lama khusus yang bisa digunakan untuk menghubungi Captain America. Saat ini ponsel itu terdiam tak dipakai di atas meja labnya.

Avengers Compound. R&D Lab.

Tony Stark tampak sedang mengetes teknologi yang ia buat.

"Baiklah Fiday, mari kita tes apakah alat kecil ini berfungsi dengan baik. Tembak."

Tony memberi perintah pada asisten AI pribadinya untuk menembakan laser berkekuatan penuh pada dirinya.

"Apa kau yakin ingin menembakannya dengan kekuatan 100%, boss? Bukankah 60% saja sudah cukup untuk tes?"

"60% tidak akan ada gunanya. Sekarang tembak aku dengan semua yang kau miliki!!"

Zchooommmm!!! Laser ditembakan tepat ke arah tubuh Stark, dan ciptaannya bekerja. Tekologi nano buatannya bereaksi dengan sangat cepat. Tubuhnya langsung dilapisi oleh armor Ironman sebelum laser itu mengenai kulitnya.


Tidak perlu lagi mengenakan jubah secara manual atau menyimpannya secara khusus. Teknologi nano membuat jubah Ironman seolah-olah menyatu pada dirinya dan langsung melapisi tubuh Stark di saat-saat yang diperlukan.

Tak cukup dengan satu tembakan, ia mengetes dengan lebih banyak lagi laser yang ditembakkan secara bersamaan. Tony Stark mampu menahan itu semua dengan prisai khusus yang juga terbuat dari teknologi nano, dan ia bahkan membuat senjata yang mampu melibas habis semua laser yang menembaknya.

"Oke, pertahanan energi berjalan dengan baik. Sekarang mari kita tes ketahanan fisik anak ini..."

Dua palu raksasa bersiap untuk menghantam tubuh besi Ironman.

Tapi mendadak asistennya memberi kabar, "Maria Hill ingin bertemu denganmu."

"Eh?"

Kaget dan kurang konsentrasi membuat satu palu berhasil menghantamnya keras dari belakang. WHAM!!


Maria Hill memang datang menemui Stark.

"Jadi, kau tidak benar-benar datang untuk menemui aku, bukan aku sebagai Tony Stark, tapi sebagai orang yang menjalankan satu-satunya kelompok super sungguhan di dunia ini, benar?"

"Untuk apa juga aku menemuinya secara pribadi?" ucap Hill.
"Apa Pepper tahu kau ada di sini?"

"Kalau butuh dia tahu cara menghubungiku.." ucap Hill. "Yang terpenting saat ini untuk dibahas adalah, Vision mematikan transpondernya lagi. Hal ini sudah terlalu sering terjadi. Apa kau tahu itu?"

"Aku percaya padanya," ucap Stark. "Bahkan aku lebih percaya dia  daripada kau.." lalu meneguk sebotol minuman.


"Begitu juga sebaliknya, Stark. Dan aku tidak membangun super-robot yang kemudian ingin melenyapkan umat manusia. Kuharap kalian berdua tidak berjalan sendiri-sendiri."

"Kau dan aku, sudah lama ya kita ngobrol.." ucap Stark.

"Berapa lama lagi kalian akan terus seperti ini?" Hill tampaknya punya misi yang sama dengan Nick. Jika Nick Fury pergi menemui Steve Rogers untuk membuatnya kembali baikan, maka Hill melakukan hal yang sama namun dari sisi Tony.

"Dunia butuh Avengers... secara penuh." ucap Hill.
"Yah, tidak hari ini.." ucap Stark.
"Tapi besok pasti.." balas Hill.

Bukan besok sehari lagi, tapi cepat atau lambat dunia memang pasti akan butuh Avengers, mengingat resiko ancaman dari luar angkasa masih terus menghantui.


Beberapa bulan kemudian, hal itu akhirnya terjadi. Penyerangan Thanos dimulai, hingga pada akhirnya ia berhasil mengumpulkan semua batu dan menggunakan kemampuannya untuk melenyapkan setengah kehidupan alam semesta.

Sesaat sebelum ia menjentikkan jarinya, Nick Fury dan Hill sedang mengendarai mobil di jalanan kota.

"Inilah yang aku takutkan," ucap Nick. "Kita tak punya waktu bersantai lima menit saja tanpa mahkluk luar angkasa menyerang kota-kota besar. Masih tidak ada kabar dari Stark?"

"Tidak, masih belum. Kita sudah mengawasi info dari satellite di kedua belahan Bumi tapi masih belum ada kabar."


"Kenapa ribut sekali?"

Alarm-alarm bahaya seolah tak ada hentinya di radar.

"Titik-titik energi besar bermunculan di Wakanda.." ucap Hill.
"Energi yang sama seperti kapal yang muncul di New York?"
"Sepuluh kali lebih besar!"

"Kalau begitu beritahu Klein kita akan menemuinya di--"
"Nick!! Nick!!"

Situasi jadi benar-benar kacau, mobil mereka menabrak mobil yang melaju tanpa aturan di depannya. Ketika melihat siapa yang ada di dalam mobil yang mereka tabrak itu, isinya kosong.

KABOOOOMMMM!!!!
Helikopter menabrak gedung.


"Panggil pusat kendali, Kode Merah" ucap Nick.
"N-Nick..."

"Hill?"

Sesuatu yang aneh terjadi pada Hill. Tubuhnya secara perlahan beruah menjadi debu. Mulai dari tangan, hingga akhirnya ia benar-benar lenyap. Hal yang sama juga terjadi pada sebagian orang di tempat itu.

Buru-buru Nick berlari menuju mobilnya, mengambil sesuatu di tasnya.
"Sekaranglah waktunya.."

Sebuah alat komunikasi. Setelah lama menunggu akhirnya ia memutuskan kalau sekarang lah waktu yang tepat untuk menggunakannya.

Nick menekan tombol yang ada di alat itu. Namun di saat yang bersamaan, tubuhnya juga mulai menghilang.

"Oh tidak..."


Nick lenyap, sama seperti orang-orang yang hilang sebagai debu lainnya. Tapi paling tidak, ia sudah mengirim sinyal dari alat komunikasi khusus itu. Sebuah sinyal utuk memanggil pahlawan terakhir yang selama ini ia jadikan sebagai candangan untuk kondisi paling darurat...

Bersambung ke Captain Marvel, tayang di Bioskop 2019


Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

1 Comments