Selesai mengasahnya, gadis itu melihat ke pedang yang baru saja diasahnya. Begitu mengkilat, hingga bayangan wajahnya terpantul bagai cermin dari pedang tersebut.
"Yosh, dengan ini selesai" Ucapnya dan lalu memasukan pedang tersebut. Ternyata, pedang itu bukan miliknya. Gadis itu hanyalah bertugas mengasah pedang yang tak lain adalah milik Asuna. "Terimakasih, Lis" Asuna yang sejak tadi menunggu mengambil kembali pedangnya.
"Sama-sama" Sahut gadis berambut merah muda bernama Lisbeth itu dan kemudian bertanya, "Tapi ngomong-ngomong, apa hari ini kamu nggak ikut dengan tim penyelesai lantai di Guildmu?"
"..." Sejenak Asuna terdiam, kemudian menjawab, "Hari ini aku sedang cuti, karena aku sedang punya janji dengan seseorang"
"Ooh ...
Jadi begitu ya" Lisbeth menatap curiga ke arah Asuna, terlebih setelah melihat sebuah anting ungu tergantung di telinga kanan Asuna.
"A-apa maksudmu?"
Percakapan mereka terpotong oleh bunyi sebuah lonceng. Asuna yang mendengar bunyi itu langsung bergegas, "Aku harus segera pergi!"
"Hmm, Asuna sudah mendapatkan orang yang berharga baginya ya" Ucap Lisbeth pelan-pelan.
"Eh? Apa kau mengatakan sesuatu?"
"Ah, tidak" Lisbeth menggelengkan kepala.
"Bukan apa-apa, semoga kencanmu lancar ya"
"Bu-bukan begitu kok!! Sampai jumpa ya" Asunapun pergi, keluar dari ruangan itu dan menutup pintu, meninggalkan gadis berambut merah muda itu sendirian.
Lisbeth sendiri, dan lalu ia melihat ke arah sebuah foto di dinding. Foto dirinya, serta tiga lelaki yang kelihatannya merupakan rekan-rekan guildnya.
"Suatu saat nanti, mungkin aku juga ..."
Lizbeth's Smith Shop, toko pembuat pedang dimana Lisbeth berada, gadis itu masih bekerja. Sendirian, membuat pedang-pedang yang nantinya akan dijadikan senjata pertempuran.
"Ya, kurasa yang ini sudah lumayan" Ucap Lisbeth setelah menyelesaikan salah satu pedangnya.
Ding Dong ...
Bel pintu berbunyi, Lisbethpun menaruh pedang itu dan lalu membukakan pintu. Karena tak hanya membuat pedang, melayani pelanggan juga merupakan bagian dari pekerjaanku.
"Selamat datang di Lizbeth's Smits Shop!" Sapa gadis itu dengan senyum manisnya.
Ternyata yang datang berkujung adalah Kirito, "Anu, aku ingin memesan pedang buatan khusus" Ucap Kirito.
"..." Gadis itu menatap Kirito dengan pandangan meragukan, "Apa dia punya uang yang cukup?" Pikirnya dalam hati.
"Harga logam saat ini sedang naik ..."
"Tak usah khawatir dengan harganya" Ucap Kirito, "Saat ini aku ingin kau menempa pedang terbaik yang kau bisa"
"Meski dibilang begitu ...
Apa kau bisa beritahu pedang seperti apa yang kau mau?"
"Mmm, kalau begitu, bagaimana kalau pedang yang kurang lebih sekuat ini?" Kirito mengambil pedang yang sejak tadi di taruhnya dipunggung, dan lalu memperlihatannya ke gadis itu.
Lisbeth menerima pedang itu dan ...
Kaget, Lisbeth sangat kaget, pedang itu jauh lebih berat dari yang ia kira.
"Elucidator ...
Sepertinya pedang ini merupakan senjata iblis di antara Monster Drop yang ada"
"Kau bisa membuatnya?" Kirito bertanya.
Gadis itu pikir-pikir dulu dan lalu mengambil sebuah pedang yang ada di dinding, "Bagaimana dengan ini? Ini adalah pedang terbaik yang pernah aku tempa" Tawar Lisbeth.
"Ku rasa terlalu ringan" Ucap Kirito setelah beberapa kali menebas-nebaskannya di udara.
"Itu karena aku menggunakan logam berjenis kecepatan"
"Apa aku boleh mengujinya sebentar?"
"Menguji apa?"
"Daya tahannya" Ucap Kirito, dan lalu bersiap untuk menebas pedang iblisnya.
"T-tunggu!! Jika kau melakukan itu, pedangmu akan hancur!!"
"Kalaupun begitu, biar aku atasi!" Kirito tak peduli dan menebaskannya. Akan tetapi, bukan pedangnya yang hancur, melainkan pedang yang digunakannya untuk menebas.
"Aaaaaaa!!!!!!" Lisbeth berteriak histeris saat melihat ujung pedang terbaik yang ia ciptakan menghilang begitu saja. Buru-buru gadis itu lalu mengambil batang bagian bawah pedangnya yang tersisa, meratapinya sambil berkata, "Perbaikan ... Tidak, itu tak mungkin dilakukan"
Bhrasss ...
Bagian itupun juga menghilang, lenyap menjadi cahaya.
Gadis berambut merah muda itu semakin galau, rebah untuk sesaat namun kemudian dengan cepat mencengkram leher baju Kirito, "Kenapa kau melakukannya!!?" Ia membentak Kirito.
"A-aku minta maaf!" Kirito menjawab dengan tampang tak bersalah, "Aku tak menyangka pedangmu akan hancur karena itu"
"Ja-jadi kau mau bilang pedangku itu lebih lemah dari yang kau kira!?"
"Aaa ..."
"Kira-kira begitulah" Kirito berkata dengan jujur.
"Huh" Gadis itu melepas cengkramannya, "Biar ku katakan ini padamu, jika aku punya material yang tepat, pedang buatanku akan menghancurkan pedangmu! Berapa kalipun yang kau mau!"
"Hoho? Itulah yang aku inginkan, pedang yang bisa menghancurkan pedang ini" Ucap Kirito, membuat wajah Lisbeth memerah.
"Karena berani bilang begitu, kau harus menemaniku dalam semua prosesnya!!"
"Semua?"
"Benar, mulai dari mengumpulkan logamnya!"
"Aku sendiri sudah cukup" Ucap Kirito. "Akan jadi masalah kalau kau membebaniku"
"Eh? Kau meremehkanku ya? Begini-begini aku adalah master gada"
"Lalu, dimana lokasi logamnya?"
"Gunung Barat Lantai 55, ku dengar di sana ada seekor naga yang memakan kristal" Ucap Lisbeth sementara Kirito mengambil kembali pedangnya.
"Rumor bilang kalau ada logam langka yang tertimbun di dalam tubuh naga tersebut"
"Lantai 55 ya? Sebaiknya aku sendiri saja yang ..."
"Kau tak akan bisa mendapat logam langka jika master tempa tidak bersamamu!!" Potong Lisbeth, "Apa kau masih mau pergi sendiri?"
"Kau cukup bersembunyi dengan tenang di belakangku" Ucap Kirito.
"Kau!!!"
"Namaku Kirito" Kirito menjulurkan tangannya. "Sampai pedangnya selesai dibuat, mohon kerja samanya"
"Senang bertemu denganmu, Kirito!!" Gadis itu memalingkan wajah dengan penekannan yang keras pada kata Kirito.
"Langsung memanggilku seperti itu ...
Ya sudahlah, Lisbeth" Kirito membalas dengan penekanan yang sama.
Singkat cerita, mereka berdua telah sampai di gunung yang dimaksud, sebuah wilayah yang ditutupi oleh es dan salnju yang tebal.
"Hatchuu!!" Lisbeth tampak kedinginan, "Dingin ..." Ucapnya dalam hati.
"Apa kau tidak punya pakaian lebih?"
"Aku tak tahu kalau lantai 55 adalah tempat bersalju!"
Mendengar ini, Kirito melemparkan pakaian hangatnya ke Lisbeth.
"Eh? Lalu kau sendiri?"
"Cara hidup kita berbeda" Ucap Kirito.
"Huh, setiap ucapannya selalu membuatku kesal" Gerutu kesal gadis yang tetap saja menerima pemberian Kirito itu.
"Ini ... Hangat sekali" Ucapnya pelan-pelan, "Pergi berdua saja dengan pria seperti ini ...
Hal aneh seperti ini ternyata bisa terjadi" Lisbeth melamun.
"Ada apa, Lisbeth? Apa ini batasmu?"
"Masih belum!!" Lisbethpun kembali bergegas, "Jika kau mau memanggilku sok akrab, sebaiknya panggil Lis saja!"
"Ya ya ... Aku mengerti, Lis"
"Jangan besar kepala!!"
Akhirnya mereka sampai di sebuah lokasi yang mengandung logam-logam kristal, Lisbeth terkagum-kagum terlebih saat bisa melihat bayangan dirinya sendiri di kristal-kristal itu.
"Indahnya ..." Lisbeth berlari, hendak menuju ujung tempat itu. Namun, Kirito menghentikannya.
"Apa yang kau lakukan hah!?" Lisbeth tak terima.
"Siapkan kristal teleportasi" Ucap Kirito.
"Aku mengerti" Lisbethpun menyiapkannya, meski tak mengerti apa tujuan dari Kirito.
"Lalu mulai dari sini, aku sendiri yang akan melakukannya" Ucap Kirito. "Di saat naga itu muncul, kau harus bersembunyi di balik bayangan kristal air itu, jangan sampai kau keluar dari sana"
"Apa sih? Aku ini bukan pemula, jadi aku akan memban-"
"Tidak boleh!!" Bentak Kirito.
"..." Lisbeth terdiam, dan lalu menganggukan kepala.
"Yosh" Kirito mengelus kepala Lisbeth. "Ayo berangkat" Ucapnya dan lalu maju.
"Cepat masuk ke dalam bayangan itu!!!" Teriak Kirito saat auman sang naga mulai terdengar. "Baik!" Lisbeth bersembunyi, sementara sesosok naga es telah berdiri tepat di depan Kirito.
Sang naga bersiap untuk menyembur, dan kemudian menembakan tembakan berwarna biru muda dari mulutnya. Kirito bersiaga, dan lalu menahannya dengan pedang yang ia bawa.
"Menakjubkan ..." Pikir Lisbeth yang melihat dari tempat ia bersembunyi, melihat betapa tangguhnya Kirito, "Dengan senjata yang tipis itu, siapa dia sebenarnya?" Lisbeth bertanya-tanya sementara Kirito menghajar si naga.
"Ayo! Cepat habisi dia dengan satu serangan lagi!!" Lisbeth keluar dari tempatnya bersembunyi.
"Bodoh!!! Jangan keluar dulu!!"
"Apa maksudmu? Bukankah sudah berak...
Gyaaaahhhhh!!!!!" Meski tangan kiritnya telah berhasil dipotong, naga itu masih mampu menyerang dengan kepakan sayapnya, menciptakan sebuah badai salju yang menyapu tubuh Lisbeth.
"Lis!!!" Kirito meloncat, berharap bisa menolongnya.
Lisbeth terjatuh ke dalam jurang namun akhirnya Kirito ikut terjun dan mampu meraih tangannya, "Lis, pegangan padaku!!" Kirito memeluk Lisbeth, membiarkan tubuhnya berada di bawah dan akhirnya benar-benar jatuh ke dalam jurang itu.
Lisbeth sempat tak sadarkan diri, hingga akhirnya ia bisa kembali membuka matanya.
Terlihat Kirito rebah di bawahnya, dan HP bar Lisbeth menunjukan kalau sisa HPnya tak lebih dari setengah totalnya.
"Sepertinya kita masih hidup ..." Ucap Kirito yang juga masih hidup, meski tergeletak lemas.
"Y-ya, kita hidup" Buru-buru Lisbeth bangun dari tubuh Kirito.
"Minumlah ini, segelas" Kirito duduk dan lalu memberi Lisbeth sebuah minuman, juga dirinya sendiri. Dan dengan minuman itu, HP Kirito semakin membaik.
"Aku ..." Sebelum meminumnya, terlebih dahulu Lisbeth ingin menyampaikan sesuatu, "Terimakasih sudah menyelamatkanku"
"Kau terlalu cepat mengatakan itu" Ucap Kirito, "Kelihatannya kita tak bisa keluar"
"Hah? Bukankah cukup menggunakan teleportasi saja? Teleportasi, Lindus!!" Lisbeth mencoba akan tetapi tak bisa, "Ke-kenapa ... Tidak mungkin ..."
"Jika tak bisa menggunakan kristal, harusnya ada jalan keluar yang lain" Kirito yang HPnya telah pulih lalu kembali berdiri.
"Tapi bukankah kau sendiri yang tidak yakin!? Bagaimana kalau ini perangkap yang dibuat agar kita pasti mati!?"
"Hmm, itu mungkin juga benar" Ucap Kirito.
"..." Lisbeth terdiam, dan lalu ikut berdiri, "Kau itu peduli nggak sih!?"
"Ah, aku punya ide" Ucap Kirito.
"Benarkah?"
"Ya, berlari di dinding"
"..."
"Kau, bodoh ya?"
"Bodoh atau tidak, kita perlu mencobanya" Kirito benar-benar ingin melakukan ide itu. Ia berlari, meloncat dengan sangat amat tinggi ...
"Tak dapat dipercaya ..." Ucap Lisbeth saat melihat Kirito benar-benar berlari di dinding.
Akan tetapi semakin lama dindingnya semakin licin, hingga akhirnya Kiritopun kembali terjatuh.
"Jika ada sedikit ruang untuk berlari sebelum melompat, mungkin bisa"
"Tak akan bisa ..." Ucap Lisbeth, dan kemudian ide itupun tak jadi dilakukan.
Hingga malam semakin larut, mereka terus terjebak. Sampai mau tak mau, merekapun bermalam di tempat itu.
"Rasanya aneh ..." Ucap Lisbeth, "Di Dunia nyatapun tak akan pernah terjadi ...
Di tempat yang baru ku kunjungi, bersama orang yang baru ku kenal, aku tidur di sampingnya. Ditambah lagi, ia berlari di atas dinding, benar-benar orang yang aneh ya"
"Maaf saja ya ..." Sahut Kirito.
"Hihihi" Lisbeth malah tertawa kecil. "Hei, Kirito ...
Boleh aku bertanya?"
"Apa? langsung saja" Ucap Kirito.
"Kenapa saat itu kau menyelamatkanku?"
"Daripada membiarkan seseorang mati sendirian, lebih baik aku mati bersamanya ...
Apalagi dengan gadis cantik seperti Lis"
"Huh, kau itu benar-benar idiot ya ...
Tak akan ada orang yang berpikir seperti itu"
"Hei ..." Lisbeth kembali memanggil, "Pegang tanganku" Ucapnya.
"Eh?" Kirito sempat kaget, namun kemudian pemuda itu melakukannya.
"Hangat ..." Ucap Lisbeth.
"Eh?"
"Padahal aku dan Kirito hanyalah data di Dunia virtual ini"
"Lis ..."
Lisbeth tersenyum dan tidur.
Paginya Lisbeth terbangun. Melihat ke samping dan Kirito sudah tak ada. Ternyata, Kirito ada di samping yang satunya, sedang menggali salju di bawahnya.
Melihat Kirito, Lisbeth jadi teringat akan kejadian kemarin malam saat mereka berpegangan tangan, membuat wajahnya memerah namun buru-buru gadis itu menggelengkan kepala, lalu bertanya pada Kirito, "Ada apa?"
"Oh, coba lihat ini"
Di tempat yang Kirito gali, terdapat sebuah kristal berbetuk unik. Dan setelah Lisbeth mengeceknya, ternyata kristal itu bernama Crystallite Ingot.
"Jangan-jangan, ini ..."
"Ya, sepertinya ini adalah material yang kita cari ..." Ucap Kirito, "Naga itu memakan kristal dan mencernanya di perut. Hah, pantas saja tak ada yang menemukannya" Kirito memberikannya pada Lisbeth.
"Yosh, kita berhasil" Ucap Lisbeth dan lalu bertanya, "Tapi kenapa kristal ini ada di tempat seperti ini?"
"Lubang ini bukan jebakan, tetapi sarang naga" Ucap Kirito.
"Eeh??"
"Dengan kata lain, Ingot adalah kotoran naga"
"Gyaaa!!!" Lisbeth melempar kristal yang tak lain adalah kotoran naga itu ke Kirito.
"Yang penting tujuan kita sudah tercapai kan ...
Setelah ini, sisanya ..."
"Hei, kau bilang di sini sarang naga kan?"
"Ya"
"Kalau tidak salah naga itu nokturnal, jadi sudah saatnya ..."
"..."
"Dia datang!!!!!" Naga melesat dari atas, menuju mereka.
Kirito menggendong Lisbeth dan lalu berlari di dinding, "Lis, pegangan yang kuat!!!" Setelahnya Kirito meloncat dan menusuk tubuh naga itu, membuatnya meraung kesakitan dan terbang ke permukaan.
"Itu jalan keluarnya!" Akhirnya Kirito dan Lisbeth bisa keluar dengan bantuan si naga.
Sepanjang hal ini berlangsung, Lisbeth terus-terusan berteriak, terlebih saat ia terlepas dari gendongan Kirito. Akan tetapi, teriakannya terhenti saat gadis itu melihat ke arah sinar matahari. Indah sekali, pemndangan gunung di saat Matahari terbit membuat dirinya terpesona.
"Indah sekali ..."
Kirito mengulurkan tangannya.
"Kiruto!!!" Gadis bernama Lisbeth itu berteriak di udara, "Aku ..."
"Apa??"
"Aku menyukai Kirito!!!" Teriaknya sambil tersenyum.
"Apa yang kau katakan?? Aku tak bisa mendengarmu!!" Kirito tak bisa mendengarnya, angin di gunung itu begitu keras.
"Haha" Lisbeth hanya tersenyum dan lalu memeluk tubuh Kirito.
"Bukan apa-apa!!!" Teriaknya dan kemudian tertawa dengan penuh kegembiraan.
25 Juni 2024, mereka telah kembali ke lantai 48, Lindus, untuk membuat pedangnya ...
"Pedang panjang satu tangan, cukup kan?"
"Ya, tolong bantuannya ..."
Lisbethpun mulai bekerja, menempa pedang untuk Kirito dengan sepenuh hatinya.
"Kehangatan tangan Kirito ... Dan perasaanku, semuanya bukanlah ilusi" Ucapnya dalam hati sambil terus menempa.
"Setelah membuat pedang yang ia sukai, aku akan mengakui perasaanku padanya"
Akhirnya pedang itupun selesai.
"Namanya Dark Repulser ..."
"Ini adalah pertama kalinya aku mendengar nama itu, jadi seharusnya belum ada informasi mengenainya di pusat Informasi, cobalah"
Kirito mengambil dan mencoba menebaskannya.
"Ba-Bagaimana?" Lisbeth bertanya, Khawatir kalau-kalau hasilnya jelek seperti sebelumnya.
Namun, "Cukup berat, pedang yang bagus"
"Aku berhasil!" Ucap senang Lisbeth.
"Aku bisa merasakan jiwamu di dalamnya" Ucap Kirito.
"mm" Lisbeth benar-benar terlihat senang.
"Nah, dengan ini permintaanku selesai ...
Berapa harga untuk pedang ini?"
"Ah, itu ...
Aku tak perlu uangmu" Ucap Lisbeth.
"Eh?"
"Sebagai gantinya ...
Aku ingin menjadi penempa pribadi untukmu"
"Apa maksudnya itu?"
Wajah Lis sedikit memerah ...
"Lis?"
"Setelah kembali dari medan perang, datanglah kemari untuk merawat persenjataanmu!!
Setiap hari, mulai dari sekarang!"
"Lis ..."
"Kirito ...
Aku ...
Aku ..."
"Lis!" Tiba-tiba seseorang membuka pintu, tepat sebelum Lisbeth menggenggam tangan Kirito.
"Oh? Asuna?"
"Lis!" Tiba-tiba Asuna memeluk Lisbeth, "Pesanku tak sampai, aku juga tak bisa menemukanmu, aku sangat khawatir, sebenarnya semalam kau pergi kemana?"
"Ma-maaf ...
Aku terperangkap di dalam Dungeon"
"Dungeon? Kau sendirian?"
"Tidak, aku bersamanya" Lisbeth menujuk Kirito.
"Ki-Kirito-kun!?" Asuna kaget saat melihat Kirito.
"Ah, Asuna ..."
"Lama tak jumpa ya ...
Lebih tepatnya, dua hari tak jumpa ya?"
Lisbeth sedikit kaget setelah mengetahui kalau mereka saling kenal.
"Aku sangat kaget, jadi kau langsung kemari ya?" Asuna bertanya.
"Jika kau bilang padaku, aku kan bisa menemanimu"
"Apa kalian berdua saling mengenal?"
"Ah, itu, kami adalah penyelesai lantai ..." Ucap Kirito.
"Ia menginginkan pedang yang kuat, makanya aku memberitahukan padanya tokomu" Ucap Asuna.
"Jadi begitu ya ..."
"Temanku ini tak melakukan hal yang aneh kan?"
"Mana mungkin kan!?" Ucap Kirito.
"Nada bicaramu mencurigakan"
"Aku hampir mati, apa kau tak bisa sedikit saja mempercayaiku!?"
"Karena itulah ku bilang jangan pergi sendirian"
"Begitu ya ...
Jadi begitu ya" Ucap Lisbeth dalam hati.
"Orang ini tidak melakukan hal yang tak sopan padamu kan?" Asuna bertanya ke Lisbeth.
Akan tetapi, Lisbeth tak menjawab, hanya diam, sambil menundukan kepala.
"Lis?"
"Ah, bukannya tidak sopan, tapi dia mendadak menghancurkan pedang terbaik di Tokoku!" Akhirnya Lisbeth menjawab.
"Ah, maaf" Asuna meminta maaf.
"Tak apa, ini bukan hal yang perlu Asuna minta maafkan ..." Ucap Lisbeth dan lalu berbisik pada Asuna, "Walau dia aneh, tapi ia bukan orang yang jahat"
"Aku akan mendukungmu, bejuanglah, Asuna"
"Su-sudah ku bilang, bukan begitu kok!" Wajah Asuna memerah.
"Lis?"
"Maaf, aku punya janji untuk mengambil material, aku pergi sebentar ya!"
"Eh? Lalu bagaimana dengan Tokonya?"
"Kalian berdua yang akan mengawasinya, tolong ya!"
"Eh?? Tunggu Lis!"
Bukan untuk menepati jani seperti apa yang Lisbeth katakan, ternyata ia pergi ke tempat yang sepi, menghabiskan waktu sendiri untuk meratapi nasib cintanya.
"Lisbeth ..." Kirito yang sejak awal curiga mengetahui hal ini, dan lalu datang menghampirinya.
"Jangan datang sekarang ..." Ucap Lisbeth membelakangi Kirito, "Padahal sebentar lagi Lisbeth yang penuh semangat akan kembali" Gadis itu tak bisa menyembunyikannya, beberapa tetes air mata keluar dari matanya.
"Lis ..."
"Kenapa kau tahu kalau aku ada disini?" Lisbeth bertanya, lalu Kirito menunjuk sebuah menara, "Kalau dari sana, aku bisa menemukanmu di penjuru kota"
"Seperti biasanya, kau itu gila" Ucap Lisbeth.
"Maaf, aku baik-baik saja. Kurasa, hatiku hanya kaget karena tak terbiasa dengan petualangan seperti itu. Karenanya, tolong lupakan semua yang telah aku katakan"
"Aku ingin berterimakasih padamu" Ucap Kirito.
"Eh?"
"Selama ini aku berpikir mati itu lebih baik daripada bertahan hidup sendirian"
"Kirito ..."
"Tapi, setelah jatuh di lubang itu, aku sangat senang karena kita masih hidup ...
Aku juga sadar bahwa seseorang termasuk aku bertahan hidup untuk menjalani hidupnya ...
Karena itu, terimakasih, Lis"
"Aku juga ..." Ucap Lis.
"kau tahu, aku juga selama ini mencarinya ...
Sesuatu yang nyata di Dunia ini ...
Dan bagiku, kehangatan tangan Kirito,
Itulah yang aku cari"
"Tolong beritahu hal tadi pada Asuna juga"
"Lis ..."
"Aku tak apa-apa ...
Masih ada kehangatan yang tersisa ...
Karena itu, ku mohon ...
Tolong selesaikan dunia ini" Sekali lagi Lisbeth membalikan badannya dan menangis.
"Karena sampai saat itu, aku akan terus berjuang ..."
"Aku berjanji ...
Pasti akan aku selesaikan"
"Fiuhh ..." Lisbeth menghela nafas, "Kalau senjata dan perlengkapanmu butuh perbaikan, mampirlah ke Tokoku"
"Ya!"
"Mulai sekarang kau harus sering mampir ke Toko Penempa Lizbeth!"
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments